Upacara Penurunan Bendera Peringatan HUT ke-80 RI: Penutup Khidmat Kemerdekaan di Pacitan

Minggu pagi, 17 Agustus, halaman Pendopo Kabupaten Pacitan dipenuhi suasana hikmat. Upacara Penurunan Bendera Merah Putih menjadi penutup resmi rangkaian peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 di kabupaten ini. Ribuan pasang mata menyaksikan bendera pusaka yang dikibarkan selama sepekan pelan-palan diturunkan, menandakan berakhirnya perayaan, namun sekaligus mengingatkan bahwa semangat kemerdekaan harus terus menyala sepanjang tahun.

Angin pagi yang sepoi-sepoi mengibarkan ujung Sang Saka Merah Putih ketika pasukan pengibar bendera dari Kodim 0801 Pacitan mulai melaksanakan tugas dengan penuh khidmat. Seluruh peserta upacara berdiri tegak, memandang bendera yang perlahan diturunkan sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya. Suara ratusan peserta upacara yang menyatu dalam satu nada terasa menggetarkan jiwa, seolah menjadi pengingat kolektif tentang makna hakiki kemerdekaan.

Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji yang bertindak sebagai pembina upacara tampil dengan balutan pakaian dinas lengkap. Dalam amanatnya, beliau menekankan bahwa penurunan bendera bukanlah akhir dari semangat kemerdekaan. “Momen ini harus kita jadikan refleksi, bahwa tugas kita sekarang adalah mengisi kemerdekaan dengan karya nyata. Para pahlawan kita sudah membuktikan cinta tanah air dengan pengorbanan, sekarang giliran kita membuktikannya dengan prestasi,” seru Bupati dengan suara lantang yang disambut gemuruh tepuk tangan hadirin.

Prosesi penurunan bendera berlangsung dalam suasana khidmat. Saat bendera setengah tiang, seluruh peserta berdiri tegak memberikan penghormatan terakhir. Regu pengibar bendera dengan cermat melipat bendera menjadi bentuk segitiga, simbol tiga janji kemerdekaan: berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Ketika bendera yang telah terlipat rapi diserahkan kepada Bupati, seluruh hadirin berseru “Merdeka!” tiga kali, menggema memenuhi halaman pendopo.

Setelah upacara, detasemen gabungan TNI-Polri melakukan defile keliling alun-alun utama. Langkah tegas mereka diiringi alunan lagu perjuangan dari korps musik menciptakan suasana heroik. Di tepian lapangan, puluhan pelajar memegang bendera merah putih kecil, melambaikannya dengan semangat. Rasa kebanggaan sebagai bangsa yang merdeka terpancar jelas dari raut wajah mereka.

Menjelang siang, ketika matahari mulai meninggi, acara ditutup dengan pelepasan burung merpati oleh Bupati beserta jajarannya, simbol perdamaian dan harapan akan masa depan Indonesia yang lebih baik. Secara simbolis, 80 burung dilepaskan ke angkasa, mewakili 80 tahun usia kemerdekaan. Upacara hari itu bukan sekadar seremoni, melainkan sebuah janji kolektif untuk tetap setia pada cita-cita kemerdekaan, sebagaimana terangkum dalam pidato penutup Bupati: “Merdeka bukan hanya tentang memperingati, tetapi tentang membuktikan bahwa kita layak menjadi generasi penerus perjuangan para pahlawan.”

Ketika keramaian mulai beranjak pulang, bendera merah putih kecil masih terlihat berkibar di berbagai sudut kota. Seolah mengatakan bahwa meski upacara resmi telah usai, jiwa kemerdekaan akan tetap hidup dalam setiap langkah warga Pacitan hingga peringatan-peringatan berikutnya. Inilah makna sesungguhnya dari upacara penurunan bendera – bukan akhir perayaan, tetapi komitmen untuk terus mengisi kemerdekaan dengan karya nyata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *